Beberapa kesalahan yang dilakukan guru saat di awal tahun ajaran baru

29 08 2012




MENSYUKURI NI’MAT KEMERDEKAAN DAN IDUL FITRI

18 08 2012

Khutbah Idul Fitri 1433 H

 

Allahu Akbar… Allahu Akbar… Allahu Akbar…Wa Lillahil Hamd

 

Dengan kalimat takbir, اللهأكبر, kalimat tahlil, لا اله الا الله, dan tahmid, الحمد لله, pada hari ini ummat Islam yang bertebaran di seluruh penjuru negeri bahkan di seluruh pelosok dunia,dengan penuh keyakinan dan perasaan yang mendalam merayakan hari raya Idul Fitri, hari raya kembalinya mereka yang berpuasa sebulan penuh kepada kesucian, kembalinya kita mengingat asal kejadian  dan kembalinya kita berkomitmen untuk menjalankan agama yang benar (Islam) sesuai dengan tuntutannya yang benar.

Kalimat takbir yang kita kumandangkan, berarti kita tetap konsisten menyatakan  pengakuan kita akan kebesaran Allah, Tuhan Yang Maha Agung. Dengan kalimat tahlil kita memproklamirkan keteguhan keyakinan kita akan ke-Esaan Allah, satu-satunya Tuhan yang wajib disembah dan dipuja. Dan dengan kalimat tahmid,kita mengekspresikan rasa syukur kita kepada Allah, Tuhan Yang Maha Terpuji.

Bertakbir, bertahlil dan tahmid merupakan manifestasi iman dan ekspresi rasa syukur kita kepada Allah atas segala nikmat karunia-Nya kepada kita, terutama ni’mat taufik, hidayah dan inayahnya hingga kita mampu menyelesaikan kewajiban puasa Ramadhan sebulan penuh sesuai dengan tuntutan Al Qur’an :

ولتكملوا العدة ولتكبروا الله علي ما هدكم ولعلكم تشكرون

Artinya : “Dan hendaklah kamu menyempurnakan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepada kamu agar kamu bersykur.

Allahu Akbar… Allahu Akbar… Allahu Akbar…Wa Lillahil Hamd

Hadirin jama’ah sholat Ied rahimakumullah

 

Hari raya Idul Fitri 1433 H mempunyai nilai dan momentum tersendiri, karena perayaannya berselang dua hari setelah peringatan kemerdekaan Indonesia yang ke-67 pada tanggal 17 Agustus yang lalu. Kita, sebagai anak bangsa dan ummat Islam, selalu bergembira menyambut dan merayakan proklamasi kemerdekaan dan hari raya. Bergembira dengan kemerdekaan bangsa ini yang terbebas dari berbagai macam penindasan dan intimidasi. Dan bergembira dengan kedatangan hari raya Idul Fitri karena kita telah keluar dari sekolah spriritual dengan harapan diterimanya amal ibadah kita selama bulan Ramadhan yang telah kita tempuh sebulan yang lalu.

Peringatan Kemerdekaan dan hari Raya Idul Fitri, tentu harus dipandang sebagai kenikmatan yang Allah berikan kepada ummat Islam Indonesia khususnya. Karena itu tidak ada kata lain,bagi orang yang beriman, untuk menyikapinya dengan syukur kepada Allah SWT. Rasulullah SAW dalam sabdanya menyatakan :

عجبا لأمر المؤمنين ان أمره كله خير. اذا اصابته السراء شكرفكان خيرا له واذا أصابته الضراء صبر خيرا له

Artinya : Sungguh menakjubkab perkaranya orang yang beriman, bahwa seluruh perkaranya senantiasa bernilai positif. Apabila diberikan kepadanya segala kenikmatan, maka ia bersyukur karena (bersyukur tatkala menerima nikmat) merupakan langkah yang paling baik. Dan apabila ia dicoba maka ia sabar karena (sabar tatkala menerima cobaan) merupakan langkah yang paling baik.

Imam Al Ghozali mengajarkan kepada kita tentang kriteria bersyukur yang sesungguhnya. Bersyukur seringkali tereduksi/dibatasi dengan sekedar ungkapan terima kasih atau ucapan hamdalah. Setidaknya ada tiga tahapan sehingga segala aktivitas bisa dikategorikan bersyukur kepada Allah SWT., yaitu :

1. العلم وهو معرفة النعمة من المنعم

Adanya kesadaran dan pemahaman bahwa nikmat yang diraih dan diperoleh oleh setiap orang, hakekatya ada Dzat yang memberikan.

Ni’mat  kemerdekaan dan Idul Fitri adalah pemberian dari Allah SWT. Karena itu, para  pendiri negeri ini telah dengan sangat sadar memahami hal ini sekaligus memberikan pengajaran kepada kita bahwa kemerdekaan bangsa Indonesia bukan sekedar perjuangan dan kegigihan para pahlawan menentang kehadiran penjajah, tetapi lebih dari itu kemerdekaan merupakan rahmat dari Allah SWT. Hal ini mereka tegaskan dalam Pembukaan Undang Undang Dasar 1945 “Atas berkat rahmat Allah dan dengan didorong oleh keinginan leluhur, maka bangsa Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya…”

Karena semua ni’mat hakekatnya dari Sang Pencipta, maka sudah sepatutnya bagi ummat manusia untuk senantiasa menyadari akan kelemahan dan ketidakmampuannya dihadapan Allah seraya mengakui bahwa ni’mat dan rizki yang diperolehnya bukan berasal dari jerih payah dan kerja kerasnya.

2. الحال وهو الفرح الحاصل بانعامه

Perasaan suka cita, senang dan bahagia saat memperoleh nikmat.

Manusiawi sekali perasaan senang dan bahagia tatkala mendapatkan kenikmatan, dan mungkin tidak ada manusia di jagad raya ini yang bersedih tatkala mendapatkan ni’mat. Seperti halnya kegembiraan yang meluap dalam diri kita pada saat ini dalam menyambut hari raya Idul Fitri. Memang setidaknya ada dua kebahagiaan bagi orang yang melaksanakan ibadah puasa sebagaimana ditegaskan dalam hadits Nabi SAW :

فرحتان للصائم فرحة عند الافطار و فرحة عند لقاء ربه

Artinya : Ada dua kebahagiaan bagi orang yang berpuasa ; bahagia tatkala sedang  berbuka dan bahagia tatkala bertemu dengan Tuhan Pemelihara Alam.

Hari Raya Idul Fitri merupakan hari berbukanya kita setelah berpuasa selama bulan Ramadhan. Kebahagiaan yang tampak pada wajah-wajah kita bukan karena kita mengakhiri kegiatan ibadah puasa, tetapi kebahagiaan yang menyembul karena adanya harapan terampuninya dosa-dosa kita seperti halnya bayi yang tak berdosa tatkala dilahirkan ke alam dunia ini.

شهر رمضان شهر كتب الله صيامه وسنن قيامه فمن صامه وقامه ايمانا واحتسابا خرج من ذنوبه كيوم ولدته أمه

Artinya : Bulan Ramadhanadalah bulan yang Allah wajibkan berpuasa dan menyunnahkan mendirikan (sholat di malam harinya). Maka siapa saja yang berpuasa dan mendirikan sholat di malam harinya, ia keluar dari dosa-dosanya seperti bayi yang dlahirkan oleh Ibunya.

Maka siapa saja yang tampak bahagia pada hari ini tanpa melakukan ibadah puasa selama Ramadhan yang lalu, merupakan kebahagian yang semu dan kebahagiaan yang tidak memiliki arti apapun. Namun bagi kita yang telah melakukan ibadah puasa, kebahagiaan yang kita rasakan pada hari ini merupakan buah perjuangan spiritual kita dengan serangkaian amal shalih untuk bisa mendekatkan diri kita kepada Sang Khaliq, dan dengan harapan dihapuskannya dosa-dosa yang telah kita perbuat. Amiin Ya Mujibas Saa’iliin..

 

Allahu Akbar… Allahu Akbar… Allahu Akbar…Wa Lillahil Hamd

Hadirin jama’ah sholat Ied rahimakumullah

 

Tetapi tidak semua bentuk kebahagiaan bisa dikategorikan syukur kepada Allah SWT. Jika saja seseorang senang  tatkala mendapatkan ni’mat tetapi semata melihat dan menilai kepada materinya saja, seperti sukanya kita dengan hari raya karena mendapatkan THR, maka kesenangan dan kebahagiaan seperti itu masih jauh dari kategori syukur kepada Allah.

من فرح بنعمة الله من حيث انها لذيذة و موافقة لغرضه فهو بعيدة عن معني الشكر

Artinya : Siapa saja yang bergembira atas ni’mat Allah semata-mata ia sebagai sebuah kenikmatan dan berkesesuain dengan harapannya, maka (bahagia yang demikian) masih jauh dari makna syukur. 

 

Atau bisa jadi, ada yang senang  saat menerima ni’mat dan rizki tanpa menilai apa yang diterimanya, melainkan memandang siapa yang memberikannya. Seperti orang tua kita yang menerima pemberian dan hadiah dari anaknya, maka kemungkinannya mereka tidak melihat seberapa besar nilai materi yang diberikan kepadanya. Justru mereka melihat kepada sang pemberi yaitu anaknya yang masih mempunyai perhatian kepada mereka meskipun sang anak dalam pandangan orang tuanya tidak mempunyai rizki yang berlebihan. Kebahagiaan dalam bentuk yang seperti inipun baru mendekati Syukur.

Maka kebahagiaan yang sesungguhnya yang termasuk kategori syukur kepada Allah SWT, adalah kebahagiaan yang diekspresikan oleh seorang hamba bukan sekedar melihat kepada materi ni’mat dan rizki yang diterima, dan bukan sekedar memandang sang pemberi nikmat, tetapi lebih dari itu keinginan dan niat untuk memanfaatkan ni’mat atau rizki yang diterimanya mampu mengantarkannya lebih dekat kepada sang Pembeberi ni’mat.

الشكر التام ان يكون فرح العبد بنعمة الله من حيث انها يقدر بها علي التوصل الي القرب منه تعالي

Artinya : Syukur yang sesungguhnya adalah kebahagiaan seorang hamba atas nikmat Allah (yang didapatnya) adalah pada sisi kemampuannya untuk menjadi alat mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Allahu Akbar… Allahu Akbar… Allahu Akbar…Wa Lillahil Hamd

Hadirin jama’ah sholat Ied rahimakumullah

Tentu ni’mat Allah yang kita terima dan rasakan bukan sekedar ni’mat kemerdekaan dan ni’mat berhari raya saja. Yang pasti tidak mungkin bagi kita menghitung-hitung ni’mat yang selalu kita rasakan meskipun kita berupaya dengan sekuat tenaga menghitungnya

وان تعدوا نعمة الله لا تحصوها

Artinya : Sekiranya engkau berupaya menghitung-hitung ni’mat Allah, maka engkau tidak akan mampu menghitungnya.

Karenanya yang terpenting adalah, sudahkan kita mampu memanfaatkan untuk senantiasa dekat kepada Allah ? Sudahkan ni’mat kemerdekaan yang kita rasakan, membawa negara kita menjadi negara yang adil kepada seluruh rakyatnya? Sudahkan ni’mat hari raya yang hari ini kita sambut dengan bahagia, menjadikan diri kita sebagai hamba-hambanya yang muttaqin di manapun berada ?

Allahu Akbar… Allahu Akbar… Allahu Akbar…Wa Lillahil Hamd

Hadirin jama’ah sholat Ied rahimakumullah

Prasyarat syukur yang ketiga adalah

3. العمل وهو القيام يما هو مقصوده ومحبوبه

Dibuktinyatakan dengan perbuatan yang disukai dan dicintai oleh Sang Pemberi ni’mat

Seringkali kita berkeinginan atau punya niat melakukan kebaikan dan kebajikan apabila kita mempunyai atau diberikan sesuatu atau hal yang mampu membantu kita mewujudkan kebaikan tersebut. Tetapi tatkala kita sudah memperoleh sesuatu tersebut atau hal yang memungkin kita untuk mewujudkan kebaikan tersebut, kita menjadi lupa atau urung mewujudkan dan melakukan kebaikan tersebut. Maka syukur bukan sekedar senang  yang melahirkan niat melakukan kebaikan, tetapi yang paling sulit adalah membuktinyatakan atas niat kebaikan itu. Terkait hal ini Allah mengingatkan :

أحسب الناس أن يتركوا أن يقولوا أمنا وهم لا يفتنون

Artinya : Apakah manusia mengira akan dibiarkan saja atas ucapan keimanannya dan mereka tidak diuji ?

Atau bisa jadi, seseorang yang merasa sangat gembira atas diperolehnya ni’mat, mereka mewujudkan dalam sebuah bentuk aktivitas yang justru merupakan bentuk kufur  mereka atas ni’mat Allah. Seperti halnya peringatan-peringatan dengan tema mensyukuri ni’mat kemerdekaan, yang  marak sebelumnya, dilakukan dengan pesta fora, hiburan-hiburan yang tidak edukatif bahkan cenderung mubadzir. Bisa jadi, segala macam musibah yang melanda negeri ini, termasuk di antaranya hiruk pikuk politik para elit yang cenderung korup merupakan bentuk “teguran” karena ketidakmampuannya memberikan contoh bagaimana mensyukuri ni’mat kemerdekaan.

Artinya : Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”.

Karenanya,nilai-nilai spiritual yang telah kita upayakan selama bulan Ramadhan yang lalu, mestinya dapat menjadi ruh dan dasar dalam merayakan peringatan kemerdekaan. Maka ungkapan من العائدين والفائزين  (Semoga kita dikembalikan pada kesucian dan termasuk orang-orang yang menang) adalah bagi orang yang konsisten meneguhkan nilai-nilai kebajikan tidak hanya pada bulan Ramadhan tetapi terus dilakukannya sepanjang tahun. Karena Allah ada sepanjang masa, bukan hanya di bulan Ramadhan saja.

Mudah-mudahan,keteguhan kita menerapkan nilai-nilai spiritual yang dihasilkan selama Ramadhan dalam merayakan kemerdekaan ini, akan menjadikan negara kita negara yang بلدة طيبة ورب غفور  (negara yang indah dan Allah memberikan ampunan). Amiiin Ya Mujibas Sa’iliiin…